Pahlawan Kita Tanpa Tanda Jasa


Mediapublik.press (Opini) - Bekasi (Jabar)  Setelah tanggal 10 Oktober sebagai hari Pahlawan, maka dipenghujung bulan November ini bangsa Indonesia juga akan memperingati hari Pahlawan yang tanpa  tanda jasa. Hari Guru yang jatuh setiap tanggal 25 November merupakan hari untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru, walaupun untuk belahan negara lain akan diperingati pada tanggal yang berbeda-beda bergantung pada pemerintahnya masing-masing. Bahkan di beberapa negara, hari guru merupakan hari libur sekolah.

Profesi guru pada dasarnya juga seperti profesi yang lainnya, namun yang membedakan guru juga bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan Kebangsaan.

Dengan tanggungjawab yang seberat itu guru harus bisa “  Ing ngarso sung tulodho, ing madya mbangun karso, tut wuri handayani”, artinya di  masyarakat harus bisa menjadi pemimpin yang dapat menjadi tauladan bagi orang-orang sekitarnya dan di tengah-tengah masyarakat harus bisa pula membangkitkan atau menggugah semangat untuk terus berkarya kepada bangsa, negara dan agama, di samping itu guru harus mampu memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang – orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.

Dengan demikian sebetulnya tidaklah ringan menjadi seorang guru, selain mengajar harus bisa pula mendidik. Namun Guru, sebagaimana sosok makhluk sosial lainnya, adalah manusia biasa. Ia, seperti halnya jutaan manusia lainnya, hidup dan dihidupi oleh persoalan, besar dan dibesarkan oleh problematika hidup serta menjalani ritme kehidupan sebagaimana manusia normal lainnya. Tetapi, guru juga bukan manusia biasa-biasa saja. Buktinya, ia juga bisa menggemparkan jagad Indonesia manakala menjadi headline surat kabar ketika beberapa sosoknya melakukan perbuatan-perbuatan yang “ Tidak biasa” seperti memberi hukuman fisik yang kelewat batas, pelecehan seksual, dan sebagainya.

Guru adalah sebuah profesi yang mulia, panutan masyarakat. Guru adalah sosok yang harus bisa         “  Digugu dan ditiru” ( yang ditaati dan ditiru )  itulah label yang dilekatkan padanya. Sosok yang digambarkan selalu mengajarkan norma dan nilai kebaikan serta menjadi penjaga gawang dalam pendidikan murid-muridnya. Juga wakil dari orang tua di sekolah. Kepadanyalah dititipkan harapan, diamanatkan segudang impian, dan tentu saja, disematkan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Maka, manakala ia melakukan hal-hal di luar kewajaran dan kemudian publik bereaksi keras, hal ini terasa lumrah karena harapan masyarakat kepada guru sangat besar, bahkan mungkin nyaris mensakralkan bahwa guru tidak boleh salah, guru tidak boleh korupsi, guru tidak boleh berzina dan perbuatan lainnya yang tidak boleh merendahkan derajatnya sebagai sosok menjadi panutan masyarakat. Karena, pada profesi mulia itulah melekat label digugu lan ditiru, dan bukan wagu lan saru (tidak pas dan porno). Dan yang paling penting, pertanggungjawaban tertinggi bukanlah kepada atasan, bukan juga kepada komite sekolah, atau bahkan kepada media massa. Tetapi, kepada Sang Maha Guru: Allah SWT.

Namun sebaiknya kita juga harus menyadari bahwa guru itu tidak hanya yang ada di sekolah, kita semua sebetulnya telah menjadi guru bagi anak-anak kita. Apa yang telah kita ajarkan dan contohkan kepada anak-anak kita nantinya juga harus kita pertanggungjawabkan di akherat kelak. Keberhasilan anak-anak kita menjadi manusia yang sholeh dan bermanfaat bagi banyak orang, tentu saja juga tidak lepas dari peran orangtua sebagai guru bagi anak-anaknya. 

Disisi lain masyarakat juga perlu menyadari bahwa pendidikan bagi generasi muda Indonesia janganlah hanya dibebankan kepada guru sekolah saja, namun diperlukan kolaborasi seluruh elemen bangsa untuk membentuk karakter bangsa yang hebat, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta jangan sampai kita hanya terfokus kepada pendidikan yang hanya menekankan segi intelektual saja. Pembentukan karakter bangsa itu penting dan pendidikan harus mampu mencetak generasi yang berakhlak mulia, sehingga nantinya bisa menjadi pemimpin negeri ini yang tidak hanya memikirkan kesejahteraan bangsa namun juga dapat menjadi tauladan dan panutan masyarakat.

Selamat Hari Guru Republik Indonesia Ke-70 Jasamu Tetap Dibutuhkan Dan Dikenang Oleh Bangsa 
Ini. (Nur Hudda Elhasani)

Copy

MEDIA PUBLIK

Media Cerdas Bangsa
    Facebook Comment
    Google Comment

0 comments:

Post a Comment